Senin, 23 April 2018

ilmu tasawuf


A.Pengertian dan Tujuan Tasawuf
     Dari sejumlah bahas terdapat sejumlah bahasa/istilah yang dihubungkan para ahli untuk menjelaskan tentang tasawuf. Harun Nasution misalnya, ia menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu Al-Suffah (orang yang ikut pindah dengan nabi dari Mekkah ke Madinah). Saf (barisan), Sufi (suci), Sophos (bahasa Yunani: hikmah) dan Suf (kain wol). Keseluruhan kata ini bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Yakni kata al-Suffah (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah) misalnya menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa raganya/harta benda semata-mata karena Allah. Mereka rela meninggalkan semuanya di Mekkah untuk hijrah bersama Nabi ke Madinah. Selanjutnya kata Saf (menggambarkan orang yang selalu berada di barisan depan dalam beribadah dan melakukan kebajikan) demikian pula kata Sufi (suci) menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan kata Sophos (hikmah) menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.
    Dari segi bahas dapat segera dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebahagiaan dan selalu bersikap bijaksana, sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah Ahlak yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakan masing-masing.
Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf yakni sudut pandang manusia sebagai mahluk terbatas, manusia seabgai mahluk yang harus berjuang dan manusia sebagai mahluk bertuhan.
Pada intinya tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin ahlak yang mulia dan dekat dengan Allah Swt. Inilah esensi atau hakikat tasawuf itu sendiri.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran. Bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontek komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian menjadi inti persoalan “sufisme” baik pda agama Islam maupun diluarnya.
Dengan demikian nampak jelas bahwa tasawuf sebagai ilmu agama, khusus berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan substansi Islam. Hakikat tasawuf adalah keadaan lain yang lebih baik dan lebih sempurna, yakni suatu perpindahan dari alam kebendaan kepada alam rohami.
Dalam rangka mensucikan jiwa demi tercapainya kesempurnaan dan kebahagiaan hidup tersebut. Maka diperlukan suatu latihan dari tahap satu ketahap lain yang lebih tinggi dan jalan satu-satunya menurut semua sufi adalah dengan kesucian jiwa dan untuk mencapai tingkat kesempurnaan dan kesucian jiwa itu sendiri memerlukan pendidiakan dan latihan mental yang panjang dan bertingkat.
Beberapa ayat dalam Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia dekat sekali pada Tuhan, diantaranya:
Surat al-Baqarah ayat: 186:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf
      
1.  Periode I Masa Rasulullah SAW. (13 Sebelum H – 11 H)
Awal tasawuf islam terjadi setelah turunnya Al-Qur’an kepada nabi Muhammad SAW. Setelah Muhammad menjadi Rasul Allah, mulailah beliau mengajak manusia membersihkan rohaninya dari kotoran-kotoran nafsu amarah yang tidak sesuai dengan fitrah aslinya. Beliau berdakwah menyeru manusia memperteguh tauhid dan mempertinggi akhlaknya untuk mencapai keridhaan Allah.
Kehidupan Rasulullah sudah cukup menjadi suri tauladan para sufi yang ingin menempuh jalan kebenaran. Rasulullah menempuh hidupnya yang penuh liku-liku itu dengan iman yang mantap dan ketabahan yang bergelora. Ketika perjuangan baru dimulai, tulang punggung perjuanagan dakwahnya patah. Abu Thalib meninggal dan Khadijah wafat pula, padahal beliau sangan butuh bantuan dari kedua orang ini. Rasulullah menerima sgalanya dengan tabah dan tenang.
Kemuadian beliau mencoba pergi ke Thaif. Dan sesampainya di sana, dakwahnya ditolak orang. Dia pulang membawa luka dan derita, sampai kakinya berdarah akibat lemparan batu dari penduduk Thaif yang sudah mengintainya di sepanjang jalan yang ia lewati. Terasa letih dan pedih tubuhnya kena lemparan, dia akan berhenti, tetapi pemuda-pemudi di sana membentak, terus berjalan !. Dia meneruskan perjalanan di tengah-tengah kepungan ummat yang jahil itu. Maka ia terima segalanya ini dengan tabah.
Pada suatu waktu beliau datang ke rumah istrinya Aisyah, ternyata di rumah tidak ada apa-apa. Beliau terima dengan sabar, ia kerjakan puasa sunnah. Beliau kemudian pergi ke masjid dan bertemulah dengan Abu Bakar dan Umar. Beliau bertanya apakah gerangan kalian berdua datang ke masjid? Kedua sahabat taadi menjawab : menghibur lapar, beliau pun mengatakan aku pun keluar untuk menghibur lapar. 
2.  Periode II Masa Sahabat (11 H – 40 H)
Sahabat yang mencontoh langsung cara hidup rasul, adalah manusia-manusia yang berakhlak mulia dan membaktikan hidupnya untuk kepentingan agama.
Di waktu Rasul masih hidup, Abu Bakar yang hartawan telah mengorbankan harta bendanya secara keseluruhan untuk kepentingan agama. Pernah Raasul bertanya kepadanya “apalagi yang buat engkau hai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab “cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya”. Abu Bakar termasyur dengan kedermawanannya, ketaatan, tawadlu’, wara’ dan mempunyai pribadi yang mulia. Sehingga ia mendapat tempat yang utama di hati Rasulullah.
Umar bin Khattab adalah seorang sahabat yang berbudi tinggi, dia menyediakan malamnya untuk beribadat dan siangnya untuk urusan negara. Meskipun ia seorang pemimpin negara, namun pakaiannya biasa-biasa saja, rendah hati, wara’ dan berbudi luhur.
Pada suatu ketika ia berjalan malam hari untuk melihat keadaan rakyatnya dengan mata kepalanya sendiri.Pada malam itu beliau mendengar sayup-sayup tangisan bayi di sebuah gubuk tua. Lantas beliau dekati gubuk tua. Lantas ia dekati gubuk tua itu dan terlihatlah seorang wanita sedang memasak. Beliau tanyakan mengapa anak itu menangis juga. Wanita itu menjawab bahwa ia sedang kelaparan dan ingin makan, sedang ia sendiri tidak mempunyai makanan dan yang dimasaknya itu hanya batu-batu biasa untuk menenangkan bayinya agar tertidur. Kata wanita itu “Alangkah celakanya khalifah kami”. Setelah mendengar itu, Umar yang terkenal garam terus pergi menuju gudang makanan, diambilnya sekarung gandum dan dipikulnya di atas pundaknya sendiri, kemudian ia sendiri pula yang memasaknya. Setelah masak gandum, si anak pun diberi makan. Kemudian ia berpesan agar wanita itu datang menghadap khalifah besoknya untuk untuk mengadukan nasibnya. Besok harinya datanglah wanita itu menemui khalifah. Setelah bertemu, tenyata laki-laki yang menolongnya malam tadilah yang berhadapan dengan dia.
Usman bin Affan adalah seorang hartawan yang dermawan. Beliau telah memberikan sebagian dari hartanya untuk kepentingan agama. Bila ia berada di rumah, tak pernah lepas Al-Qur’an dari tangannya. Beliau kerap kali mentilawahkan Al-Qur’an dan memahami kandungannya sampai larut malam.
Ali bin Abi Thalib termasyhur dengan tawadlu’nya, beliau tidak malu memakai pakaian yang bertambal-tambal, bahkan ia sendiri pulalah menambalnya. Sekali pernah beliau menjinjing daging dari pasar. Lantas orang bertanya “apakah tuan tidakmalu membawa daging itu ya Amiral mukminin?” beliau menjawab :yang kubawa ini adalah barang halal, apa yang kumalukan terhadapnya!”.
Banyak tercatat di dalam sejarah tentang keutamaan pribadi para sahabat. Mereka meneladan langsung akhlak nabinya. Pribadi-pribadi mereka telah digembleng dan dikaderkan oleh Rasulullah, menjadi manusia-manusia utama yang akan dicontoh dan ditiru oleh ummat yang dibelakang mereka.
C. Karakteristik Tasawuf pada Masa Rasul dan Sahabat
Pada masa Rasulullah ialah berpegang teguhnya kaum muslimin dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabinya.
Sedangkan pada masa sahabat ialah :
1)      Memegang teguh ajaran kerohanian yang dipetik dari Al-Qur’an.
2)      Meneladani kehidupan Rasulullah SAW. Sepenuhnya.
3)      Zuhud terhadap dunia.
4)      Cinta dan mengharap segera bertemu dengan Allah SWT.
5)      Para sahabat memiliki sifat sabar, tawakkal, wara’, ridho dan sifat-sifat terpuji lainnya yang merupakan cara penghidupan para sahabat.
D.Gambaran dan Praktek Tasawuf pada Masa Rasul dan Sahabat
Seperti yang diceritakan pada pembahasan sebelumnya. Rasulullah selama hayatnya menjadi tumpuan perhatian masyarakat, karena sifat terpuji terhimpun pada dirinya. Bahkan beliau merupakan lautan budi luhur yang tidak pernah kering-keringnya, kendati diminum oleh semua makhluk yang memerlukan air. Sungguh sangat tepat apabila dikatakan bahwa kehidupan Rasulullah merupakan khazanah daari segala sifat dan amal perbuatan yang baik. Oleh karena itu, semua pola kehidupan Rasulullah menjadi dasar utama bagi para ulama tasawuf. Misalnya :
1)      Rasulullah minimal membaca istighfar 70 kali setiap harinya.
2)      Melaksanakan sholat dua pertiga malam yang tidak kurang dari delapan raka’at setiap harinya.
3)      Dalam melaksanakan sholat tahajjud, beliau tidak lebih dari sebelas raka’at, tetapi setiap sujud lamanya sama dengan ketika sahabat membaca lima puluh ayat Al-Qur’an.
4)      Sholat beliau penuh dengan khusyu’ dan thama’ninah yang sempurna.
Demikianlah contoh ringkasan amalan sholat Rasulullah yang dilakukan secara kontinu. Apabila pada suatu malam beliau berhalangan melakukan sholatnya yang demikian itu, maka beliau segera mengganti dengan dua belas raka’at, hingga kekosongan pada malam itu segera diisi pada besok paginya. Dengan demikian ibadat beliau tidak pernah terganggu.
Dalam hidup kerohanian (tasawuf) para sahabat telah berusaha berbuat sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Hidup mereka penuh dengan sifat-sifat kesederhanaan, wara’, tawadhu’ dan zuhud, semata-mata mengharap ridha dari Allah SWT. Berikut beberapa contoh tasawuf yang diambil dari kehidupan para sahabat :
1)      Kedermawanan Abu Bakar Ash-Shiddiq mengorbankan hartanya pada perang Tabuk.
2)      Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah hidup dengan sehelai kain saja.
3)      Umar bin Khattab berpidato di hadapan manusia, sedangkan beliau memakai kain dengan dua belas tambalan dan baju empat tambalan dan tidak memiliki kain yang lain.
4)      Umar bin Khattab pernah terlambat datang ke masjid, sehingga terlambat pula melaksanakan sholat fardhu berjama’ah. Karena setiap sholat fardhu biasanya beliaulah yang menjadi imam. Lalu ditanyakan oleh seorang temannya kenapa terlambat datang, jawabnya : “Kain saya sedang dicuci dan tidak ada yang lainnya”.
5)      Dalam kehidupan Usman bin Affan penuh dengan pengabdian setiap waktu, bahkan Kitabullah senantiasa berada di tangannya dan demikian juga sewaktu beliau meninggal dunia ditemukan Kitabullah di antara kedua tangannya.
6)      Ali bin Abi Thalib hidup dengan pola sederhana. Pernah dalam satu bulan hanya memakan tiga buah kurma setiap hari. Di dalam rumahnya hanya terdapat pedang, baju rantai dan sehelai kain, kalau kain itu dijadikan tikar untuk tidur bersama istrinya (Fatimah), tidak cukup untuk dijadikan selimut. Sebaliknya jika dijadikan selimut maka tidak cukup untuk dijadikan tikar untuk tempat tidur bersamanya.
7)      Di dalam rumah sahabat Abu ‘Ubaidah bin Jarrah hanya ada satu pasu dan sepotong jana. Yang pertama untuk tempat makanan dan untuk tempat wudhu saja, sedangkan sepotong kain bulu itu untuk tempat duduk dan tempat tidur saya.
Dari uraian di atas, sudah cukup untuk dijadikan bukti tentang kekayaan dan keikhlasan para sahabat untuk berjuang dan beramal shaleh. Abu Bakar Shiddiq mempergunakan semua hartanya untuk sabilillah. Umar bin Khattab menginfaqkan hartanya untuk sabilillah, Usman bin Affan pernah memikul beban atau perongkosan perang Zaatil ‘Usyraa, begitu juga dengan Ali bin Abi Thalib dan lain-lainnya telah berkorban untuk menegakkan agama Allah.
E. Pengertian  Ruang Lingkup Tasawuf  Modern
Sebelum kita menjelaskan apa sebenarnya tasawuf modern itu, ada baiknya terlebih dahulu kita merujuk ke-apa sebenarnya tasawuf itu sendiri. Arti tasawuf dan asal katanya secara etimologis menjadi perdebatan para ulama ahli bahasa. Sebagian mengatakan bahwa tasawuf itu diambil dari kata shafa artinya suci bersih. Sebagian lagi mengatakan bahwa kata tasawuf itu berasal dari kata shuf yang artinya bulu binatang domba, karena orang-orang yang memasuki dunia tasawuf pada zaman dahulu sering memakai pakaian dari bulu domba, dan ada juga yang mengatakan asal katanya dari shuffah yaitu sahabat-sahabat Nabi yang tinggal disalah satu ruang masjid Nabawi yang bernama sufah, ada pula yang mengatakan berasal dari shaf yang artinya barisan (pertama) dalam sholat, karena sufi selalu memaksimalkan perbuatan kesempurnaan disetiap ibadah (sholat). Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari bahasa Yunani yaitu shofia yang artinya hikmah kebijaksanaan.
F.  Bentuk dan Karakteristik Tasawuf Modern
Didalam memahami dan mencari bentuk dan karakteristik tasawuf modern, secara otomatis kita akan dihadapkan pada era yang sekarang ini dikatakan sebagai era globalisasi, dimana sesuatu yang dianggap pasti menurut akal menjadi tolak ukur dan ini merupakan hal yang berseberangan dengan dunia tasawuf yang dalam hal ini sering menggunakan sesuatu yang irrasional, dan akal tidak mungkin dapat menjangkaunya, kecuali sesuatu yang bisa mengalami pengalaman kerohanian, yang tak lain dan tak bukan adalah hati.
Adapun bentuk dan karakteristik tasawuf modern sekarang ini lebih menekankan kepada sikap ihsan, baik itu ihsan kepada Allah maupun ihsan terhadap sesama manusia, yang tentunya dengan sikap ihsan ini akan tercapailah kebahagiaan didunia dan akhirat yang merupakan aplikasi dari hasil ibadah dan interaksi kita kepada Allah dan sesama manusia. Jadi secara konkret bentuk tasawuf modern ini tidak lain dan tidak bukan adalah ihsan. Tetapi ihsan disini terbagi kepada dua bentuk, yaitu ihsan kepada Allah dan ihsan kepada sesama manusia. Sebenarnya hamper sama dengan bentuk tasawuf klasik, tetapi kalau dalam tasawuf klasik lebih dipentingkan dan ditonjolkan adalah ihsan kepada Allah, sedangkan pada tasawuf modern ini adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara ihsan kepada Allah dengan ihsan kepada sesama manusia.sehingga tercapai apa yang dinamakan dengan kebahagiaan dunia dan akhirat yang merupakan tujuan utama dari tasawuf modern itu sendiri.
Tasawuf modern ini merupakan imbas dari perkembangan pemikiran modern yang mengembangkan dimensi logika rasional, sehingga berdampak serius terhadap karakteristik dari tasawuf modern ini, yang tentunya mau tidak mau tasawuf modern ini harus menyesuaikan dengan perkembangan masa dan waktu serta harus menyesuaikan dengan kondisi dan situasi suatu tempat dimana tasawuf modern ini timbul dan berkembang, sehingga tidak terjadi kesenjangan antara pengamalan tasawuf ini dengan kondisi social kemasyarakatan ditempat itu.
Karena dalam tasawuf modern ini, yang merupakan pembeda dari tasawuf klasik adalah kemauan untuk memperbaiki kehidupan social masyarakat yang sedang mengalami suatu krisis baik itu krisis moral maupun krisis ekonomi. Jadi dalam tasawuf modern ini tidak ada kehendak untuk mengasingkan dan bersikap eksklusif dari masyarakat, berbeda jauh dengan tasawuf klasik yang seringkali pengamalannya itu dengan cara menjauhkan diri dari kontak social dengan masyarakat, padahal kita diciptakan sebagai makhluk social atau dalam bahasa Aristoteles-nya, “zoon politicon”, yang tentunya memerlukan makhluk lain dalam setiap interaksi kita.
Kalau kita seandainya melupakan tanggung jawab kita sebagai makhluk social, apakah itu tidak menyalahi kodrat kita dan menafikan diri kita sebagai khalifah dimuka bumi yang ditugaskan oleh Allah untuk memakmurkan dan mensejahterakan kehidupan bumi. Apakah hal tersebut bukannya merupakan kekufuran kita terhadap ni’mat dunia yang Allah berikan. Tidak takutkah kita dengan murka Allah yang akan ditimpakan kepada kita, jika seandainya kita tidak melaksanakan tanggung jawab kita untuk memakmurkan bumi ini dan menyelamatkan dari tangan-tangan jahat yang ingin menghancurkan bumi ini.
Jadi sebenarnya tasawuf modern ini, lebih mengutamakan ihsan yang bersifat konkret yang menyentuh langsung dengan kehidupan social kemasyarakatan, bukan dengan sesuatu yang bersifat abstrak, karena ibadah (baca: ibadah mahdloh) itu adalah hal yang wajib bagi setiap hamba, tetapi hanya menyangkut hubungan seseorang dengan sangg khalik yang tentunya tidak berdampak apa-apa bagi orang lain, sebab itu hanyalah untuk kebahaggiaan akhirat saja. Sedangkan dalam tasawuf modern, harus ada keseimbangan antara dunia dengan akhirat, sehingga akan tercapailah apa yang dinamakan dengan kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.

G.Manfaat  dan Tujuan Tasawuf Modern
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa sebenarnya tujuan tasawuf modern itu tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Jadi antara kebutuhan dunia dan kebutuhan akhirat itu ada suatu keseimbangan dari segi aplikasinya. Sebab kebahagiaan dunia itu merupakan jembatan untuk mencapai kebahagiaan akhirat, karena Nabi SAW sendiri sudah bersabda dalam salah satu hadistnya yang artinya: “bekerjalah kamu untuk duniamu, seakan-akan kamu akan hidup selamanya dan bekerjalah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok pagi”.
Dengan merujuk kepada matan hadist tersebut sudah selayaknyalah kita untuk tidak mengabaikan kehidupan dunia, sebab Nabi SAW sendiri tidak pernah mengajarkan kita untuk hidup eksklusif dari masyarakat, bahkan beliau sangat menganjurkan kepada kita agar peduli terhadap orang lain, karena hal tersebut merupakan salah satu jalan menuju dua kebahagiaan, sebagaimana perkataan Ibnu Khaldun: “bahagia itu ialah tunduk dan patuh mengikuti garis-garis Allah dan perikemanusiaan”.
Jadi pada dasarnya tasawuf modern ini lebih sesuai dengan ajaran tasawuf yang diajarkan oleh Nabi SAW yaitu senantiasa berintegratif dengan kehidupan masyarakat dan senantiasa peduli dengan problem social kemasyarakatan yang terjadi. Sasaran tasawuf modern ini tidak hanya terbatas pada aspek keakhiratan saja, bahkan sangat netral sekali, sehingga tercapailah tujuannya yaitu kebahagiaan di dunia dan di akhirat, sebagaimana yang tersurat dalam kitab suci al-Qur’an yang artinya:
“Ya Allah berilah kami kebahagiaan di dunia dan beri pula kami kebahagiaan di akhirat, serta jauhkanlah kami dari azab neraka